UNIVERSITAS
GUNADARMA
PROGRAM
DIPLOMA III BISNIS KEWIRAUSAHAAN
ANALISIS
KEUANGAN
Disusun
Oleh:
Nama : Vini Nur Larassita
NPM : 47211289
Mata Kuliah : Analisis Laporan Keuangan
Tugas :
Makalah Softskill
1.
Pendahuluan
Analisis keuangan adalah proses
pengkajian posisi keuangan guna mengetahui apa yang telah dicapai oleh
manajemen. Analisis ini hanya dapat dilakukan jika data akuntansi dan laporan
keuangan telah tersedia. Tujuan analisis ini ialah untuk mengetahui prestasi
dan efisiensi manajemen. Dengan melihat analisis keuangan, seseorang akan dapat
melihat gejala yang terjadi dalam perusahaan. Alat analisis ialah rasio
keuangan.
2. Pembahasan
-
Rasio
Keuangan
Rasio ialah perbandingan antara dua
angka. Dalam keuangan, rasio dipakai untuk menunjukkan hubungan sesuatu yang
tidak terlihat dari data yang masih mentah. Rasio dapat diperoleh dengan
membandingkan angka-angka dalam neraca, perhitungan laba-rugi, dan arus dana
atau membandungkan angka neraca dengan angka perhitungan laba-rugi. Jumlah rasio
yang dapat dihasilkan dari laporan keuangan tersebut tidak terkira jumlahnya. Namun,
sebaiknya rasio yang dipakai ialah rasio yang sesuai dengan kepentingan
analisis.
Tiga jenis rasio yang sering dipakai
dalam manajemen keuangan adalah: (1) Rasio Likuiditas, (2) Rasio Keuntungan,
dan (3) Rasio Pemilikan.
(1) Rasio Likuiditas
Perbandingan ini dipakai untuk
menguji kemampuan perusahaan dalam membayar utang. Kemampuan membayar utang
jangka pendek diukur dengan membandingkan harta lancar dengan pasiva lancer. Jika
jumlah modal kerja netto cukup (selisih antara aktiva lancer dengan utang lancar),
berarti likuiditas perusahaan cukup baik. Dua jenis rasio yang dapat digunakan
untuk mengukur likuiditas adalah rasio lancer dan rasio cepat (quick ratio),
yang disebut juga rasio cair (acid-test).
a. Rasio Lancar
Rasio lancar (currenct ratio) ialah
perbandingan antara aktiva lancer dengan utang jangka pendek. Rasio yang rendah
menunjukkan likuiditas yang kurang baik. Dalam posisi seperti ini perusahaan
akan sulit membayar utang-utangnya. Rasio yang tinggi menunjukkan keadaan
likuiditas yang berlebih. Apabila keadaan ini terjadi, perusahaan mempunyai
kelebihan uang tunai. Misalnya, daftar aktiva lancer dan pasiva lancer tahun
1986 dan 1987 suatu perusahaan terlihat sbb:
|
1986
|
1987
|
Aktiva
Lancar
|
Rp
281.000
|
Rp
301.000
|
Pasiva
Lancar
|
Rp
117.000
|
Rp
108.000
|
Modal
Kerja
|
Rp
164.000
|
Rp
193.000
|
Rasio
lancar tahun 1986 dan 1987 ialah sbb:
Rasio
lancar 1986 = Rp 281.000 : Rp 117.000 = 2,4
Rasio
Lancar 1987 = Rp 301.000 : Rp 108.000 = 2,8
Jika rasio lancar sama dengan 2,
berarti perusahaan mempunyai dua rupiah untuk setiap utang sebesar satu rupiah.
Keadaan likuiditas perusahaan pada tahun 1987 lebih baik daripada tahun 1986.
b.
Quick
Ratio atau Acid-Test Ratio
Quick ratio ialah suatu perbandingan
yang lebih tajam darioada rasio lancar. Dalam pembandingan ini nilai persediaan
dan biaya dibayar di muka dimasukkan dalam nilai aktiva lancar. Dengan kata
lain, aktiva lancar minus persediaan dan biaya dibayar di muka. Rumus menghitung
quick ratio ialah sbb:
Kas
+ Efek + Piutang / Utang Jangka Pendek
atau
Aktiva lancar –
Persediaan – Biaya dibayar di muka / Utang Jangka Pendek
Alasan pengecualian persediaan barang
dari aktiva lancar ialah karena masih ada dua langkah lagi yang harus ditempuh
untuk mencairkan petsediaan mencari uang. Sebagai pendoman kasar quick ratio
yang baik ialah 1.
Misalnya, perusahaan mempunyai daftar
aktiva lancar sbb:
|
1986
|
1987
|
Aktiva Lancar
|
|
|
Kas
|
Rp 50.000
|
Rp 80.000
|
Piutang
|
60.000
|
56.000
|
Persediaan
|
115.000
|
105.000
|
Persediaan Alat Tulis
|
38.000
|
40.000
|
Biaya dibayar di muka
|
18.000
|
20.000
|
Jumlah aktiva lancar
|
Rp 281.000
|
Rp 301.000
|
Jumlah pasiva lancar
|
Rp 117.000
|
Rp 108.000
|
Dari daftar tersebut acid-test ratio
dapat dihitung sbb:
Acid-test ratio 1986 = Rp
50.000 + Rp 60.000 / Rp 117.000 = 0,94
Acid-test ratio 1987 = Rp
80.000 + Rp 56.000 / Rp 108.000 = 1,30
Pada tahun 1987 perusahaan mempunyai
dana yang cukup baik, sedangkan tahun 1986 perusahaan sedikit mengalami
kesulitan keuangan dalam memenuhi kewajibannya.
(2)
Rasio
Keuntungan
Rasio keuntungan sering disebut
dengan rentabilitas perusahaan (profitability ratio). Ada dua jenis rasio
keuntungan yang sering dipergunakan, yaitu:
-
Rasio
yang membandingkan laba dengan penjualan.
-
Rasio
yang membandingkan laba dengan jumlah aktiva.
Marjin Laba
Marjin laba
suatu perusahaan dapat dihitung dengan rumus:
Marjin Laba = Laba usaha / Penjualan
Kedua angka
tersebut dapat diperoleh dari perhitungan laba-rugi. Rasio ini menunjukkan
hubungan antara laba usaha (operating income) dengan penjualan. Apabila marjin
laba tidak cukup tinggi, bearti perusahaan tidak mampu membayar dividen.
Marjin Laba Bruto
Marjin laba
bruto ialah perbandingan antara selisih jumlah penjualan dengan harga pokok dan
penjualan.
Marjin laba bruto = Penjualan – harga pokok
/ Penjualan
Rasio ini
dipakai untuk mengukur efisiensi produksi.
(3)
Rasio
Pemilikan
Rasio pemilikan (ownership ratio)
dapat menolong pemegang saham untuk melakukan analisis investasi. Rasio ini
membandingkan nilai investasi dengan utang, dividen, laba, atau nilai kurs
saham. Dengan rasio pemilikan, kita dapat membuat analisis investasi, baik yang
telah dilakukan maupun yang akan dating. Jenis rasio pemilikan yang sering
digunakan adalah debt ratio dan earning ratio.
Debt
Ratio
Adalah ukuran yang menunjukkan
perbandingan antara utang dan modal sendiri. Pembiayaan suatu perusahaan dengan
ratio yang tinggi mengandung risiko yang besar. Oleh karena itu, suatu
perusahaan senantiasa mencari perbandingan yang cocok baginya.
Earning
Ratio
Yang sering disebut rentabilitas,
menunjukkan kemampuan manajemen perusahaan membayar keuntungan kepada penanam
modal. Ada beberapa ukuran yang dipakai untuk menunjukkan kemampuan tersebut,
yaitu: (a) rentabilitas modal, (b) dividen per saham, (c) rentabilitas aktiva.
(a)
Rentabilitas
Modal
Adalah ukuran yang menunjukkan
kemampuan modal usaha untuk menghasilkan laba. Rentabilitas ini dihitung dengan
cara membandingkan laba setelah kena pajak dengan modal sendiri.
(b)
Dividen
per saham
Dividen per saham adalah bagian laba yang dibagikan
untuk setiap lembar.
saham.
(c)
Rentabilitas
Aktiva
Rentabilitas aktiva atau Rate of
return on total assets dihitung dengan rumus:
Rentabilitas aktiva = Laba netto + biaya bunga / Jumlah rata-rata aktiva
Misalnya, perusahaan menyajikan informasi sbb:
|
1986
|
1987
|
Laba netto
|
Rp 52.000
|
Rp 80.000
|
Biaya bunga
|
3.000
|
10.000
|
Jumlah
|
Rp 55.000
|
Rp 90.000
|
Jumlah Aktiva
|
|
|
Awal tahun
|
Rp 480.000
|
Rp 435.000
|
Akhir tahun
|
435.000
|
527.000
|
Rata – rata
|
Rp 457.000
|
Rp 481.000
|
Rentabilitas aktiva pada tahun 1986 dan 1987
adalah sbb:
1986
= Rp 52.000 + Rp 3.000 / Rp 457.000 = 12,0%
1987
= Rp 80.000 + Rp 10.000 / Rp 481.000 = 18,7%
Rasio ini bisa dibandingkan dengan
rasio yang diperoleh dari perusahaan lain. Dengan pembandingan semacam ini maka
penanam modal dapat membuat kebijakan investasinya.
3. Manfaat Analisis Keuangan dalam
Perpajakan
Dalam perpajakan tidak ada ketentuan
yang mengharuskan wajib pajak untuk melakukan analisis keuangan. Sekalipun demikian,
analisis keuangan sangat bermanfaat bagi perusahaan untuk melakukan manajemen
keuangan dan perpajakan. Misalnya, apabila perusahaan hendak mengajukan
permohonan penundaan pembayaran angsuran pajak, analisis keuangan sangat
membantu baik bagi perusahaan maupun bagi fiskus dalam memutuskannya. Menurut peraturan
perpajakan, wajib pajak dapat mengajukan permohonan untuk menghentikan
pembayaran angsuran dan menunda pembayaran pajak yang terutang apabila keadaan
perusahaan tidak menginginkan. Keadaan keuangan tersebut dapat diketahui lebih
mendalam jika dilakukan analisis keuangan.
4. Referensi :
Buku
Akuntansi Pajak Sophar Lumbantoruan