Jumat, 14 Maret 2014

Softskill



UNIVERSITAS GUNADARMA
PROGRAM DIPLOMA III BISNIS KEWIRAUSAHAAN
ANALISIS KEUANGAN



Disusun Oleh:

Nama               : Vini Nur Larassita
NPM                : 47211289
Mata Kuliah      : Analisis Laporan Keuangan
Tugas              : Makalah Softskill









1.      Pendahuluan
Analisis keuangan adalah proses pengkajian posisi keuangan guna mengetahui apa yang telah dicapai oleh manajemen. Analisis ini hanya dapat dilakukan jika data akuntansi dan laporan keuangan telah tersedia. Tujuan analisis ini ialah untuk mengetahui prestasi dan efisiensi manajemen. Dengan melihat analisis keuangan, seseorang akan dapat melihat gejala yang terjadi dalam perusahaan. Alat analisis ialah rasio keuangan.
2.      Pembahasan
-          Rasio Keuangan
Rasio ialah perbandingan antara dua angka. Dalam keuangan, rasio dipakai untuk menunjukkan hubungan sesuatu yang tidak terlihat dari data yang masih mentah. Rasio dapat diperoleh dengan membandingkan angka-angka dalam neraca, perhitungan laba-rugi, dan arus dana atau membandungkan angka neraca dengan angka perhitungan laba-rugi. Jumlah rasio yang dapat dihasilkan dari laporan keuangan tersebut tidak terkira jumlahnya. Namun, sebaiknya rasio yang dipakai ialah rasio yang sesuai dengan kepentingan analisis.
Tiga jenis rasio yang sering dipakai dalam manajemen keuangan adalah: (1) Rasio Likuiditas, (2) Rasio Keuntungan, dan (3) Rasio Pemilikan.

(1)   Rasio Likuiditas
Perbandingan ini dipakai untuk menguji kemampuan perusahaan dalam membayar utang. Kemampuan membayar utang jangka pendek diukur dengan membandingkan harta lancar dengan pasiva lancer. Jika jumlah modal kerja netto cukup (selisih antara aktiva lancer dengan utang lancar), berarti likuiditas perusahaan cukup baik. Dua jenis rasio yang dapat digunakan untuk mengukur likuiditas adalah rasio lancer dan rasio cepat (quick ratio), yang disebut juga rasio cair (acid-test).
a.      Rasio Lancar
Rasio lancar (currenct ratio) ialah perbandingan antara aktiva lancer dengan utang jangka pendek. Rasio yang rendah menunjukkan likuiditas yang kurang baik. Dalam posisi seperti ini perusahaan akan sulit membayar utang-utangnya. Rasio yang tinggi menunjukkan keadaan likuiditas yang berlebih. Apabila keadaan ini terjadi, perusahaan mempunyai kelebihan uang tunai. Misalnya, daftar aktiva lancer dan pasiva lancer tahun 1986 dan 1987 suatu perusahaan terlihat sbb:
                       

1986
1987
Aktiva Lancar
Rp 281.000
Rp 301.000
Pasiva Lancar
Rp 117.000
Rp 108.000
Modal Kerja
Rp 164.000
Rp 193.000




            Rasio lancar tahun 1986 dan 1987 ialah sbb:
            Rasio lancar 1986 = Rp 281.000 : Rp 117.000 = 2,4
            Rasio Lancar 1987 = Rp 301.000 : Rp 108.000 = 2,8
Jika rasio lancar sama dengan 2, berarti perusahaan mempunyai dua rupiah untuk setiap utang sebesar satu rupiah. Keadaan likuiditas perusahaan pada tahun 1987 lebih baik daripada tahun 1986.

b.      Quick Ratio atau Acid-Test Ratio
Quick ratio ialah suatu perbandingan yang lebih tajam darioada rasio lancar. Dalam pembandingan ini nilai persediaan dan biaya dibayar di muka dimasukkan dalam nilai aktiva lancar. Dengan kata lain, aktiva lancar minus persediaan dan biaya dibayar di muka. Rumus menghitung quick ratio ialah sbb:
                        Kas + Efek + Piutang / Utang Jangka Pendek
                                                                 atau
Aktiva lancar – Persediaan – Biaya dibayar di muka / Utang Jangka Pendek
Alasan pengecualian persediaan barang dari aktiva lancar ialah karena masih ada dua langkah lagi yang harus ditempuh untuk mencairkan petsediaan mencari uang. Sebagai pendoman kasar quick ratio yang baik ialah 1.


Misalnya, perusahaan mempunyai daftar aktiva lancar sbb:

1986
1987
Aktiva Lancar


Kas
Rp 50.000
Rp 80.000
Piutang
     60.000
     56.000
Persediaan
   115.000
   105.000
Persediaan Alat Tulis
     38.000
     40.000
Biaya dibayar di muka
     18.000
     20.000
Jumlah aktiva lancar
Rp 281.000
Rp 301.000
Jumlah pasiva lancar
Rp 117.000
Rp 108.000









Dari daftar tersebut acid-test ratio dapat dihitung sbb:
Acid-test ratio 1986 = Rp 50.000 + Rp 60.000 / Rp 117.000 = 0,94
Acid-test ratio 1987 = Rp 80.000 + Rp 56.000 / Rp 108.000 = 1,30
Pada tahun 1987 perusahaan mempunyai dana yang cukup baik, sedangkan tahun 1986 perusahaan sedikit mengalami kesulitan keuangan dalam memenuhi kewajibannya.
(2)   Rasio Keuntungan
Rasio keuntungan sering disebut dengan rentabilitas perusahaan (profitability ratio). Ada dua jenis rasio keuntungan yang sering dipergunakan, yaitu:
-          Rasio yang membandingkan laba dengan penjualan.
-          Rasio yang membandingkan laba dengan jumlah aktiva.
Marjin Laba
            Marjin laba suatu perusahaan dapat dihitung dengan rumus:
                        Marjin Laba = Laba usaha / Penjualan
            Kedua angka tersebut dapat diperoleh dari perhitungan laba-rugi. Rasio ini menunjukkan hubungan antara laba usaha (operating income) dengan penjualan. Apabila marjin laba tidak cukup tinggi, bearti perusahaan tidak mampu membayar dividen.
Marjin Laba Bruto
            Marjin laba bruto ialah perbandingan antara selisih jumlah penjualan dengan harga pokok dan penjualan.
                        Marjin laba bruto = Penjualan – harga pokok / Penjualan
            Rasio ini dipakai untuk mengukur efisiensi produksi.
(3)   Rasio Pemilikan
Rasio pemilikan (ownership ratio) dapat menolong pemegang saham untuk melakukan analisis investasi. Rasio ini membandingkan nilai investasi dengan utang, dividen, laba, atau nilai kurs saham. Dengan rasio pemilikan, kita dapat membuat analisis investasi, baik yang telah dilakukan maupun yang akan dating. Jenis rasio pemilikan yang sering digunakan adalah debt ratio dan earning ratio.
            Debt Ratio
Adalah ukuran yang menunjukkan perbandingan antara utang dan modal sendiri. Pembiayaan suatu perusahaan dengan ratio yang tinggi mengandung risiko yang besar. Oleh karena itu, suatu perusahaan senantiasa mencari perbandingan yang cocok baginya.
            Earning Ratio
Yang sering disebut rentabilitas, menunjukkan kemampuan manajemen perusahaan membayar keuntungan kepada penanam modal. Ada beberapa ukuran yang dipakai untuk menunjukkan kemampuan tersebut, yaitu: (a) rentabilitas modal, (b) dividen per saham, (c) rentabilitas aktiva.
(a)   Rentabilitas Modal
Adalah ukuran yang menunjukkan kemampuan modal usaha untuk menghasilkan laba. Rentabilitas ini dihitung dengan cara membandingkan laba setelah kena pajak dengan modal sendiri.
(b)   Dividen per saham
Dividen  per saham adalah bagian laba yang dibagikan untuk setiap lembar.
 saham.
(c)    Rentabilitas Aktiva
Rentabilitas aktiva atau Rate of return on total assets dihitung dengan rumus:
Rentabilitas aktiva = Laba netto + biaya bunga / Jumlah rata-rata aktiva
                   Misalnya, perusahaan menyajikan informasi sbb:

1986
1987
Laba netto
Rp 52.000
Rp 80.000
Biaya bunga
       3.000
     10.000
Jumlah
Rp 55.000
Rp 90.000
Jumlah Aktiva


Awal tahun
Rp 480.000
Rp 435.000
Akhir tahun
     435.000
     527.000
Rata – rata
Rp 457.000
Rp 481.000
                    Rentabilitas aktiva pada tahun 1986 dan 1987 adalah sbb:
                        1986 = Rp 52.000 + Rp 3.000 / Rp 457.000 = 12,0%
                        1987 = Rp 80.000 + Rp 10.000 / Rp 481.000 = 18,7%
Rasio ini bisa dibandingkan dengan rasio yang diperoleh dari perusahaan lain. Dengan pembandingan semacam ini maka penanam modal dapat membuat kebijakan investasinya.


3.      Manfaat Analisis Keuangan dalam Perpajakan
Dalam perpajakan tidak ada ketentuan yang mengharuskan wajib pajak untuk melakukan analisis keuangan. Sekalipun demikian, analisis keuangan sangat bermanfaat bagi perusahaan untuk melakukan manajemen keuangan dan perpajakan. Misalnya, apabila perusahaan hendak mengajukan permohonan penundaan pembayaran angsuran pajak, analisis keuangan sangat membantu baik bagi perusahaan maupun bagi fiskus dalam memutuskannya. Menurut peraturan perpajakan, wajib pajak dapat mengajukan permohonan untuk menghentikan pembayaran angsuran dan menunda pembayaran pajak yang terutang apabila keadaan perusahaan tidak menginginkan. Keadaan keuangan tersebut dapat diketahui lebih mendalam jika dilakukan analisis keuangan.

4.      Referensi :
Buku Akuntansi Pajak Sophar Lumbantoruan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar